Mata

http://i529.photobucket.com/albums/dd336/estelgrace_bucket/sharingan1.gif

Kamis, 29 Desember 2011

Malangnya anak miskin yang tidak ada kekuatan hukumnya di belakang




Kasus pencurian sandal jepit seharga Rp 30 ribu yang dilakukan pelajar Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Palu, di Jalan Tanjung Santigi, Palu Selatan, Sulawesi Tengah, AAL (15), sudah sampai ke pengadilan. Dalam memeriksa perkara ini, Komisi Yudisial berharap hakim juga memperhatikan , kondisi psikologis dari AAL.


"Penegakan hukum memang tetap perlu, tapi jangan sampai proses hukum justru mematikan masa depan anak itu. Harus diperhatikan kondisi sosial psikologis si anak," terang komisioner KY, Suparman Marzuki.


Suparman menjelaskan, seluruh pihak memang harus menjunjung tinggi supremasi hukum. Namun ada hal lain yang juga tidak kalah pentingnya.


Hukum tetap harus bisa memberi nilai edukasi terhadap si pelaku. Hukum juga harus bisa membuat pelaku bertanggung jawab dengan apa yang telah dilakukan.


"Pertimbangan non yuridis harus jadi bahan pertimbangan hakim," tegasnya.


AAL didakwa Jaksa Naseh melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 362 KUHP Pidana tentang pencurian dan terancam 5 tahun penjara. Ia dijadikan tersangka karena mencuri sandal jepit bermerek milik Brigadir Polisi Satu Ahmad Rusdi Harahap dari kos-kosannya pada November 2010 lalu.


Dari paparan dakwaan Jaksa Naseh, kisah ini bermula pada November 2010 ketika AAL bersama temannya lewat di Jalan Zebra di depan kost Brigadir Polisi Satu Ahmad Rusdi Harahap melihat ada sandal jepit, ia kemudian mengambilnya. Suatu waktu pada Mei 2011, Polisi itu kemudian memanggil AAL dan temannya. Menurut Ahmad, polisi itu, kawan-kawannya juga kehilangan sandal.


AAL dan temannya pun diinterogasi sampai kemudian AAL mengembalikan sandal itu.


Tim penasihat hukumnya menganggap aneh bila kasus ini terus berlanjut ke pengadilan dan hanya melibatkan AAL, padahal AAL hanya mengakui mencuri sepasang sandal.


Persidangan kasus ini berlangsung tertutup karena AAL berstatus di bawah umur. Sebanyak 10 orang penasihat hukum mendampingi AAL lantaran menganggap kasus ini penting menjadi bahan pelajaran hukum bagi masyarakat umum.


Kalau warga biasa yang bermasalah dan tidak ada embel embel di belakang kayakanya Hukum di Indonesia ini tegak banget, kalau ada embel embel di belakang pasti Hukum di Indoneisa ini tidak tegak, seperti Korupsi malah hukumannya 3 tahun, hahaha Indonesia Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

Site Search